Jerat Pidana Bagi Pembuat Keterangan Palsu.

Jakarta- pedulinusantaranews.com,- Dewan Pimpinan Pusat Lembaga Peduli Nusantara jakarta berpendapat bahwa,terkait dengan kejadian yang dialami, apabila memang hal yang dilaporkan oleh seseorang tidak terjadi, maka ada pidana yang dapat dikenakan terhadap orang yang memberikan keterangan palsu sebagaimana diatur dalam Bab IX tentang Sumpah Palsu dan Keterangan Palsu, Pasal 242 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana  (“KUHP”), barang siapa dalam keadaan di mana undang-undang menentukan supaya memberi keterangan di atas sumpah atau mengadakan akibat hukum kepada keterangan yang demikian, dengan sengaja memberi keterangan palsu di atas sumpah, baik dengan lisan atau tulisan, secara pribadi maupun oleh kuasanya yang khusus ditunjuk untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

R. Soenarto Soerodibroto dalam bukunya KUHP dan KUHAP Dilengkapi Yurisprudensi Mahkamah Agung dan Hoge Raad menyebutkan syarat dari tindak pidana tersebut adalah :

1.Suatu ketentuan undang-undang yang menghendaki suatu keterangan di bawah sumpah atau yang mempunyai akibat-akibat hukum.

2.Pemberian keterangan palsu dan kesengajaannya ditujukan kepada kepalsuannya itu.

Soenarto juga mengutip suatu putusan Hoge Raad, 25 Juni 1928, yang menyebutkan bahwa suatu keterangan adalah palsu, apabila sebagian dari keterangan itu adalah tidak benar, terkecuali jika ini adalah sedemikian rupa sehingga dapat diperkirakan bahwa hal itu tidak sengaja diberikan dalam memberikan keterangan palsu.

Dengan demikian, seseorang tidak seharusnya memberikan keterangan atau laporan atau aduan sehingga berakibat hukum terhadap seseorang yang dilaporkan dapat dipidana, karena dengan melakukan itu justru dapat dipidana karena memberikan keterangan palsu.

Mengenai apakah bisa dituntut atau tidak, pada dasarnya, asas yang berlaku dalam hukum pidana adalah geen straf zonder schuld (tiada pidana tanpa kesalahan).

Jadi, apabila tidak ada kesalahan yang dilakukan oleh seseorang, tidak akan dipidana.
Terkait hal ini, semuanya akan dibuktikan melalui mekanisme pembuktian di pengadilan.   (Arthur)

Dasar hukum :

1.Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Wetboek van Strafrecht, Staatsblad 1915 No 73).

2.Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama