Union Busting/Pemberangusan Serikat

Jakarta– pedulinusantaranews.com,- Dewan Pimpinan Pusat Lembaga Peduli Nusantara jakarta berpendapat bahwa, Union busting atau pemberangusan serikat buruh adalah suatu praktik di mana perusahaan atau pengusaha berusaha untuk menghentikan aktivitas serikat buruh di wilayah perusahaannya.

Upaya perusahaan dan pengusaha ini memiliki bentuk yang bermacam-macam dengan menggunakan berbagai macam cara dan alasan.

Pada saat ini, jika praktik union busting semakin meningkat itu tak lain karena adanya pembiaran yang dilakukan oleh pejabat atau instansi yang seharusnya menjaga dan mengawasi pelaksanaan hak berserikat bagi buruh yang dijamin konstitusi dan undang-undang.

Secara umum, union busting memiliki dua bentuk dasar.

1.Perusahaan dan pengusaha berupaya mencegah buruhnya untuk membangun atau bergabung dengan serikat buruh.

Tindakan ini dilakukan agar perusahaan itu bebas melakukan eksploitasi tanpa adanya kontrol dari serikat buruh.

2.adalah berusaha melemahkan kekuatan serikat buruh yang telah ada.

Sanksi perusahaan bagi pengurus dan anggota, intimidasi dan tindakan diskriminatif adalah hal umum yang dilakukan untuk melemahkan serikat buruh.

Mengapa melakukan union busting.

Alasan yang paling mendasar mengapa perusahaan dan pengusaha melakukan union busting adalah karena mereka menganggap serikat bisa berpengaruh buruk bagi kelangsungan bisnis.

Tuntutan serikat akan upah yang layak, kondisi dan keselamatan kerja yang baik, dan peningkatan kesejahteraan bagi buruh merupakan hal yang merugikan bagi perusahaan karena perusahaan tidak lagi dapat mengumpulkan keuntungan sebesar-besarnya dengan mengorbankan buruh. Pendeknya, keberadaan serikat buruh mengganggu keleluasaan perusahaan dan pengusaha untuk membayar upah kaum buruh semurah-murahnya dan menelantarkan nasib kaum buruh.

Di Indonesia, sejak disahkannya Undang-Undang No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat Buruh setiap tindakan yang dapat dikategorikan sebagai union busting adalah merupakan tindak pidana yang dapat dihukum sesuai dengan pasal 43 dalam undang-undang tersebut :

Barang siapa yang menghalang-halangi atau memaksa pekerja/buruh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 100.000.000 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 500.000.000 (lima ratus juta rupiah).
Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan tindak pidana kejahatan.

Cara melawan Union Busting.

Kebebasan berserikat adalah perubahan yang paling signifikan dalam tonggak sejarah perjuangan serikat buruh di Indonesia. Melalui ratifikasi Konvensi ILO No. 87 Tahun 1948 tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak untuk Berorganisasi pada 9 Juni 1998, jaminan kepada buruh akan kebebasan untuk mendirikan dan menjadi anggota organisasi, demi kemajuan dan kepastian dari kepentingan-kepentingan pekerjaan mereka, tanpa sedikitpun ada keterlibatan negara dilindungi secara internasional.

Jaminan kebebasan ini meliputi; Kebebasan mendirikan organisasi tanpa harus meminta persetujuan dari institusi publik yang ada, tidak adanya larangan untuk mendirikan lebih dari satu organisasi di satu perusahaan, atau institusi publik, atau berdasarkan pekerjaan, atau cabang-cabang dan kegiatan tertentu ataupun serikat pekerja nasional untuk tiap sektor yang ada. Kebebasan untuk bergabung dengan organisasi yang diinginkan tanpa mengajukan permohonan terlebih dahulu.

Kebebasan mengembangkan hak-hak di atas tanpa pengecualian apapun, dikarenakan pekerjaan, jenis kelamin, suku, kepercayaan, kebangsaan dan keyakinan politik.

Konvensi ILO No. 87 Menjamin Perlindungan Bagi Serikat Buruh.

Bebas menjalankan fungsi organisasi, termasuk untuk melakukan negosiasi dan perlindungan akan kepentingan-kepentingan pekerja.

Menjalankan AD/ART dan aturan lainnya, memilih perwakilan mereka, mengatur dan melaksanakan berbagai program aktivitasnya.

Mandiri secara finansial dan memiliki perlindungan atas aset-aset dan kepemilikan mereka.
Bebas dari ancaman pemecatan dan skorsing tanpa proses hukum yang jelas atau mendapatkan kesempatan untuk mengadukan ke badan hukum yang independen dan tidak berpihak.

Bebas mendirikan dan bergabung dengan federasi ataupun konfederasi sesuai dengan pilihan mereka, bebas pula untuk berafiliasi dengan organisasi pekerja internasional.

Bersamaan dengan itu, kebebasan yang dimiliki federasi dan konfederasi ini juga dilindungi, sama halnya dengan jaminan yang diberikan kepada organisasi pekerja.

Dengan adanya jaminan hukum yang diberikan oleh UU No 21/2000 dan Konvensi ILO No. 87 harusnya praktik union busting sudah lenyap dari bumi Indonesia.
Namun, pada kenyataannya hal yang sebaliknya justru terjadi.

Praktik union busting semakin meningkat dan semakin mengkhawatirkan. Mengapa hal ini terjadi.

Pembiaran dan keberpihakan pada pengusaha merupakan salah satu kata kunci untuk menjawab mengapa union busting masih terus terjadi.

Pembiaran dan keberpihakan pada pengusaha ini dilakukan oleh negara melalui berbagai institusinya.

Institusi tersebut diantaranya adalah :

1.Presiden.

Sebagai kepala pemerintahan, Presiden seharusnya mengupayakan agar seluruh aparat pemerintahannya melaksanakan amanat undang-undang dan menegakkan hak konsitusional kaum buruh untuk berserikat dan memperoleh kesejahteraan.

2.Mahkamah Agung.

Insitusi ini cenderung lamban dan tidak memiliki keberpihakan pada kaum buruh.

Hal ini dapat dibuktikan dengan banyak kasus union busting dan kriminalisasi kaum buruh yang menumpuk dan tak terselesaikan hingga hari ini dan kalau pun terselesaikan, lebih banyak kaum buruh yang dikalahkan.

3.DPR.
Dewan terhormat yang harusnya menjadi pengemban amanat rakyat cenderung lalai dalam melakukan pengawasan pelaksanaan undang-undang dan mendengar aspirasi kaum buruh.

5.Depnakertrans.
Sebagai institusi yang melakukan pengawasan, Depnakertrans cenderung lalai melakukan tugas pengawasannya dan tidak bersikap pro-aktif dalam mengupayakan penghentikan praktik union busting di Indonesia.

6.Kepolisian.

Kepolisian yang seharusnya menjadi ujung tombak penegakan hukum apabila terjadi kasus union busting cenderung bergerak lamban dan tutup mata terhadap kasus-kasus union busting.

Upaya yang harus dilakukan oleh kaum buruh untuk menegakkan kebebasan berserikat tidak lain adalah dengan melakukan desakan pada institusi-institusi tersebut di atas.

Berkumpul, berdiskusi, menggalang persatuan kaum buruh, melakukan aksi, demonstrasi dan pemogokan adalah jalan yang harus dilakukan oleh kaum buruh untuk merebut kembali hak dan kebebasan yang selama ini telah dinjak-injak oleh perusahaan dan pengusaha. (Arthur)

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama