Investigasi MerakCyber: Muchtar Karindu, "Raja Tambang Liar" di Papua yang Terkesan Kebal Hukum — Polda Papua Diminta Bertindak Tegas


Jayapura, Papua — MerakCyber.com- Praktik penambangan liar di Papua telah menjadi luka terbuka yang tak kunjung sembuh. Alih-alih berkurang, kegiatan ilegal ini justru kian menggila, dan ironisnya, berlangsung di bawah hidung aparat penegak hukum. Salah satu nama yang mencuat dalam jaringan tambang ilegal di wilayah ini adalah Muchtar Karindu, seorang pengusaha tambang yang disebut-sebut sebagai aktor utama dalam pengerusakan hutan adat di Kampung Mamili, Distrik Airu, Kabupaten Jayapura.

Tambang Ilegal dengan Alat Berat, Hutan Adat Papua Jadi Korban

Berbeda dari praktik tradisional yang menggunakan alat sederhana, jaringan tambang ilegal yang dipimpin Muchtar Karindu diketahui mengerahkan alat berat seperti ekskavator untuk mengobrak-abrik hutan adat. Kerusakan ekologis tak terelakkan: pohon-pohon dibabat, tanah digali tanpa kendali, dan sungai-sungai tercemar.

“Dulu kami hanya mendulang dengan wajan dan sekop. Sekarang, alat berat masuk seenaknya. Hutan kami dirusak. Kami takut, tapi kami juga diancam,” ungkap seorang warga Kampung Mamili yang meminta identitasnya dirahasiakan karena alasan keamanan, Senin (2/6) di Sentani.

Masyarakat Adat: Takut Hutan Kami Bernasib Seperti Freeport

Kekhawatiran masyarakat adat Papua bukan tanpa alasan. Mereka membandingkan potensi kerusakan wilayah ulayat mereka dengan nasib tambang Freeport di Timika, yang selama puluhan tahun menjadi simbol eksploitasi sumber daya alam dengan dampak ekologis dan sosial yang sangat besar.

“Kami tak ingin Kampung Mamili bernasib sama seperti Tembagapura. Tapi kami juga tak punya kekuatan menghadapi tekanan dari kaki tangan Muchtar Karindu,” imbuh seorang tokoh muda setempat.

Kepolisian Diduga Tutup Mata, Desakan Publik Menguat

Para tokoh adat, tokoh agama, hingga perempuan Papua kini bersatu dalam satu suara: mendesak Kapolda Papua untuk turun tangan secara langsung dan tidak menutup mata terhadap aktivitas tambang ilegal ini.

Desakan ini bukan tanpa dasar hukum. Penambangan tanpa izin merupakan tindak pidana yang diatur secara tegas dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Pasal 158 undang-undang ini menyebutkan bahwa pelaku penambangan tanpa izin dapat dijatuhi hukuman penjara hingga 5 tahun dan denda maksimal Rp100 miliar.

“Kalau hukum hanya berlaku untuk rakyat kecil, lalu untuk apa undang-undang dibuat? Kami mohon kepada Kapolda Papua agar bertindak tegas menangkap Muchtar Karindu dan jaringannya,” kata seorang tokoh gereja di Jayapura.

Dampak Serius: Ekologi Rusak, Masyarakat Terpecah

Selain merusak hutan dan lingkungan, aktivitas tambang ilegal juga menyulut konflik sosial. Beberapa masyarakat yang menolak kehadiran alat berat mendapat tekanan hingga ancaman fisik. Keretakan sosial terjadi di antara masyarakat adat sendiri — antara yang mendukung karena diiming-imingi uang, dan yang menolak karena memegang teguh nilai kultural dan ekologis.

Investigasi Masih Berlanjut

Tim investigasi MerakCyber terus mendalami keterlibatan berbagai pihak dalam operasi tambang ilegal ini. Sinyalemen keterlibatan oknum aparat atau pejabat lokal juga sedang ditelusuri.

Pertanyaan besarnya kini:

Sampai kapan hukum akan tunduk di hadapan uang dan kekuasaan?

Dan akankah negara hadir membela tanah dan martabat masyarakat adat Papua?

Masyarakat Papua kini menunggu jawaban tegas dari Kapolda Papua.

(Bersambung...)

(Fian –henrry MerakCyber Investigasi)

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama