MERAKCYBER.COM-satu-satunya pejabat yang berwenang membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah hanyalah Pejabat Pembuat Akta Tanah (“PPAT”)[1]. Akta yang dibuat oleh PPAT sebagai bukti telah dilaksanakannya perbuatan hukum tersebut selanjutnya disebut akta PPAT.[2]
Sehingga, dalam hal telah terjadi perbuatan hukum terkait tanah, dalam hal ini yaitu jual beli tanah, PPAT berwenang membuatkan akta PPAT berupa Akta Jual Beli Tanah (“AJB”).
PPAT Berwenang Membuat Akta Jual Beli Tanah
Pada dasarnya, satu-satunya pejabat yang berwenang membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun hanyalah Pejabat Pembuat Akta Tanah (“PPAT”)[1]. Akta yang dibuat oleh PPAT sebagai bukti telah dilaksanakannya perbuatan hukum tersebut selanjutnya disebut akta PPAT.[2]
Sehingga, dalam hal telah terjadi perbuatan hukum terkait tanah, dalam hal ini yaitu jual beli tanah, PPAT berwenang membuatkan akta PPAT berupa Akta Jual Beli Tanah (“AJB”).
Camat dan Kepala Desa sebagai PPAT Sementara
Dalam hal belum terdapat cukup PPAT untuk melayani pembuatan akta di daerah, Menteri dapat menunjuk camat atau kepala desa sebagai PPAT Sementara.[3]
Berdasarkan ketentuan di atas, peraturan perundang-undangan secara eksplisit hanya menyebut camat dan kepala desa sebagai pejabat yang dapat ditunjuk sebagai PPAT Sementara, sedangkan Lurah tidak disebut.
Meskipun demikian, Lurah dapat bertindak sebagai saksi telah dilakukannya jual beli tanah. Untuk itu, kami asumsikan bahwa komisi tersebut dimintakan atas jasanya sebagai saksi dalam penandatanganan AJB.
Honorarium Saksi Pembuatan AJB
Terkait honorarium bagi saksi penandatanganan akta terkait tanah, memang benar bahwa Pasal 32 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (“PP 24/2016”) mengatur:
Uang jasa (honorarium) PPAT dan PPAT Sementara, termasuk uang jasa (honorarium) saksi tidak boleh melebihi 1% dari harga transaksi yang tercantum di dalam akta.
Dari bunyi pasal di atas, uang honorarium saksi memang tidak boleh melebihi 1% dari harga transaksi yang tercantum di dalam akta, sehingga apa yang dikatakan oleh lurah tersebut yang meminta komisi sebesar 10% tidaklah benar adanya.
Besaran komisi tersebut diatur dalam peraturan daerah (“Perda”). Merujuk pada Hierarki Peraturan Perundang-undangan di Indonesia, pada prinsipnya peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Dengan demikian jika Kades/lurah meminta biaya melebihi yang sudah di atur dalam undang-undang/Perda maka masyarakat berhak melaporkan kepihak yang berwajib dengan dugaan pungli/Pemerasan atau dapat melapor ke Satgas Saber Pungli, baik secara langsung atau daring melalui laman Satgas Saber Pungli. Mengadukan hal tersebut ke instansi pemerintah berwenang melalui situs lapor.go.id, SMS 1708, atau aplikasi SP4N LAPOR!
#Sumber Hukum Online
Posting Komentar