Apakah Program Makan bergizi Praktis menjadi Kebutuhan kami sebagai Masyarakat? By. Nara Raziqa Putri


Tangerang- merakcyber.com,-  Saat mencermati visi dan misi yang diusung oleh Prabowo Subianto, saya sebagai seorang mahasiswa hukum dan juga warga negara biasa, saya merasa perlu memberi catatan kritis terkait relevansi dan prioritas dari agenda kerja yang dijanjikan. Secara narasi, memang terdengar heroik dan menjanjikan: dari soal kemandirian ekonomi hingga pertahanan negara yang kuat. Namun, bila dikaitkan dengan kebutuhan nyata rakyat saat ini, banyak dari narasi tersebut belum menyentuh kebutuhan paling mendasar dari lapisan masyarakat yang paling membutuhkan.

Salah satu contoh yang paling mencolok ialah program makan gratis yang dijadikan sebagai salah satu ikon dari agenda kerja. Sekilas memang terlihat menjanjikan dan dapat diterima sebagai bentuk keberpihakan kepada rakyat kecil. Namun, kalau kita berpikir kritis dan reflektif, apa betul ini kebutuhan prioritas? Apakah dengan memberi makan gratis saja dapat menyelesaikan soal kualitas hidup dan masa depan generasi yang sedang tumbuh? Jawabannya jelas tidak. Sebagai mahasiswa hukum yang diajarkan berpikir sistematis, kami dituntut untuk melihat sebuah kebijakan tidak hanya dari satu sisi, tetapi dari berbagai sudut dan konteks. Dan dari sudut ini, program makan gratis belum menjawab kebutuhan mendasar terkait dengan pemerataan kualitas dan akses pendidikan bagi semua lapisan masyarakat.

Saat ini, kebutuhan paling urgent bukan soal memberi makan gratis, tetapi soal memberi kesempatan bagi semua warga negara untuk dapat mengenyam pendidikan yang layak dan gratis, mulai dari jenjang sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Pendidikan bukan hanya soal membuat masyarakat dapat membaca dan menulis, tetapi juga soal memberikan mereka kesempatan yang adil untuk dapat tumbuh dan berkembang guna mengangkat taraf hidup dan martabat mereka. Negara yang kuat dan mandiri tidak dapat berdiri hanya dari perut yang kenyang, tetapi juga dari kepala yang berpikir kritis dan dari tangan‑tangan yang terampil.

Kita bisa melihat sendiri bahwa tingkat kesenjangan dalam bidang pendidikan belum pernah benar‑benar dijawab dengan kebijakan yang konkrit dan menyeluruh. Sekolah‑sekolah di daerah terpencil belum mendapat perhatian yang memadai, tenaga pengajar belum mendapatkan apresiasi dan penghargaan yang layak, dan kesempatan bagi banyak anak dari keluarga kurang mampu untuk dapat mengenyam bangku perguruan tinggi belum pernah dijamin sepenuhnya. Jika memang niat dari pemerintahan yang akan datang ialah mewujudkan negara yang adil dan makmur bagi semua, maka prioritas pertama seharusnya ialah memastikan bahwa tidak ada satu pun anak bangsa yang harus putus sekolah hanya karena alasan ekonomi.

Saat ini, kebutuhan pokok bagi masyarakat bukan hanya soal ketersediaan makanan, tetapi soal kesempatan untuk tumbuh dan berkembang sebagai manusia yang dapat membawa perubahan bagi dirinya sendiri dan bagi negara. Seorang siswa dari daerah terpencil yang tidak dapat melanjutkan sekolah bukan hanya kehilangan kesempatan pribadi, tetapi juga mengurangi kesempatan negara ini untuk dapat tumbuh dari tenaga‑tenaga ahli yang dapat membawa Indonesia lebih maju di masa mendatang. Kebutuhan inilah yang belum sepenuhnya dijawab dalam narasi besar visi dan misi yang disampaikan oleh Prabowo.

Selain itu, dari perspektif hukum, sebuah kebijakan yang dijadikan prioritas negara juga harus dapat dijustifikasi sebagai bentuk pemenuhan hak asasi manusia yang dijamin oleh konstitusi. Pasal 31 UUD 1945 jelas mengamanatkan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan. Berhak mendapat pendidikan bukan hanya soal dapat sekolah, tetapi juga soal dapat mengenyam sekolah yang bermutu dan dapat dijangkau oleh semua lapisan masyarakat. Maka da…

Nara Raziqa Putri ( 241010200731 ) 

Mahasiswa Universitas Pamulang


Post a Comment

Lebih baru Lebih lama