Tangerang- merakCyber.com,- Pada tanggal 20 Maret 2025, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) secara resmi mengesahkan Revisi Undang-Undang (RUU) Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam sidang paripurna yang berlangsung di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.
Terdapat empat pasal utama yang mengalami perubahan dalam revisi UU TNI ini:
Pasal 3 mengatur bahwa kedudukan TNI kini berada sepenuhnya di bawah Kementerian Pertahanan, tidak lagi langsung bertanggung jawab kepada Presiden sebagaimana diatur sebelumnya.
Pasal 7 menambahkan dua tugas baru dalam Operasi Militer Selain Perang (OMSP), dari 14 menjadi 16 tugas.
Pasal 47 menetapkan bahwa prajurit TNI aktif kini dapat menempati jabatan di 14 kementerian atau lembaga, termasuk Kejaksaan Agung, tanpa harus pensiun terlebih dahulu.
Pasal 53 mengatur batas usia pensiun prajurit TNI 58 tahun untuk perwira, dan 53 tahun bagi bintara dan tamtama.
Sejak era reformasi 1998, Indonesia telah berupaya menegakkan prinsip supremasi sipil atas militer. Hal ini dilakukan untuk menjaga keseimbangan kekuasaan dalam negara demokratis dan menghindari keterlibatan militer dalam ranah sipil yang berlebihan. Namun, perubahan dalam UU TNI yang baru ini memicu kekhawatiran bahwa prinsip tersebut dapat terkikis.
Keterlibatan TNI dalam urusan sipil, khususnya dengan dibukanya peluang pengisian jabatan sipil oleh prajurit aktif, dapat berimplikasi terhadap efektivitas militer dalam menjalankan tugas utama pertahanan negara. Terdapat risiko bahwa konsentrasi TNI bisa terpecah ketika mereka harus terlibat dalam hal-hal di luar tugas pokok militer.
Di sisi lain, revisi ini juga bisa dibaca sebagai langkah antisipatif terhadap bentuk-bentuk ancaman modern seperti serangan siber, terorisme, dan bencana alam, di mana peran militer dianggap strategis. Pemerintah menilai keterlibatan TNI dalam sektor-sektor ini dapat memperkuat respons negara terhadap berbagai tantangan.
Namun menurut saya, perlu ditegaskan bahwa peran militer di luar ranah pertahanan harus dijalankan dengan kehati-hatian, agar tidak menimbulkan tumpang tindih dengan kewenangan lembaga sipil, seperti kepolisian atau kementerian terkait.
Penguatan transparansi, akuntabilitas, serta koordinasi antara TNI, pemerintah, dan masyarakat sipil merupakan kunci agar perubahan ini memberikan manfaat nyata bagi bangsa. Dengan demikian, TNI dapat menjalankan peran barunya secara profesional dan tetap berlandaskan pada semangat reformasi serta konstitusi.
FATMA KHAIRUN NISWAH ( 241010201353 )
Posting Komentar